Banu Bangsa Kunjungi desa Ramea

Mengawali sebuah proyek besar pengembangan masyarakat (community development), anak-anak muda penerima Beasiswa Pendidikan Indonesia (BPI) dari Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP) yang tergabung dalam kelompok PK-38 “Banu Bangsa” berkunjung ke Desa Ramea, Kecamatan Mandalawangi, Kabupaten Pandeglang, Provinsi Banten, Kamis, 25 Juni 2015 silam.

Kunjungan ini sekaligus merupakan survey awal guna memetakan secara langsung potensi, permasalahan, dan alternatif solusi yang Banu Bangsa bisa berikan melalui program Menyapa Indonesia.

Tim survey Banu Bangsa yang berangkat ke Desa Ramea dipimpin Wildan Ahmad Adani sebagai koordinator survey, bersama 10 orang lainnya dari kelompok pra-PK 38 Banu Bangsa. Bersama dengan mereka, turut pula tiga anggota kelompok pra-PK 39.

Kunjungan ini sangat penting, terutama karena Banu Bangsa yang terdiri dari generasi muda dengan berbagai latar belakang pendidikan dan keahlian harus bisa mensinergikan pengetahuan dan kemampuan mereka satu sama lain dengan warga Desa Ramea yang tentu memiliki adat istiadat, kekhasan, dan kearifan lokalnya sendiri. Melalui survey ini, Banu Bangsa ingin mengetahui kondisi ekonomi, sosial, budaya, pendidikan, infrastruktur, kesehatan, dan sanitasi masyarakat Desa Ramea.

Hasil survey menunjukkan, sebanyak 64 persen warga Desa Ramea menyandarkan hidupnya pada bidang pertanian. Masalah muncul ketika musim kemarau tiba. Ketiadaan embung penampungan air menyebabkan hasil panen menurun. Belum banyak juga potensi Usaha Kecil Menengah (UKM) yang dikembangkan dari pengolahan hasil pertanian ini. Kondisi ini menyebabkan banyak warga  menganggur dan tidak produktif.

Kualitas pendidikan di Desa Ramea juga masih di bawah rata-rata. Selain ketersediaan fasilitas pendidikan dasar SMP dan SMA yang masih sangat minim, kendala jarak dan infrastruktur jalan yang buruk semakin memperlambat laju pendidikan di Desa Ramea.

Dalam hal kesehatan, Desa Ramea belum tersentuh akses pelayanan kesehatan yang memadai. Ketersediaan Poskesdes sangat diandalkan warga desa, karena letak Puskesmas sangat jauh dari Desa Ramea. Melalui pengamatan langsung, kami melihat bahwa sanitasi di Desa Ramea masih kurang mendapatkan perhatian. Sarana MCK yang masih sangat minim dan tingkat kesadaran warga terhadap kebersihan yang masih rendah menjadikan masalah kesehatan salah satu fokus masalah yang Banu Bangsa ingin selesaikan di Desa Ramea.

Berbekal hasil survey yang telah dilakukan di Desa Ramea, Banu Bangsa akhirnya merancang sebuah grand design  dengan melibatkan para penerima BPI LPDP yang berkontribusi dengan keahliannya masing-masing. Pengembangan masyarakat Desa Ramea ini tentu saja membutuhkan banyak tangan yang terulur agar cita-cita gerakan Menyapa Indonesia terwujud di Desa Ramea, Pendeglang, Banten.

Sanitasi untuk Ramea

Berkeliling Desa Ramea di tengah panas matahari merupakan hal yang sungguh melelahkan bagi kami. Kami yang tergabung dalam BanuBangsa memiliki misi awal untuk mensurvey kebutuhan dasar warga Ramea yang belum terpenuhi. Kami berusaha mencari akar permasalahan dari taraf hidup masyarakat Ramea yang rendah. Namun yang kami temukan bukan hanya isu sosial ekonomi, namun juga  kesehatan. Terhitung hanya 7 persen dari keluarga di Desa Ramea yang memiliki MCK pribadi. Sisanya, sebanyak 93 persen melakukan aktivitas MCK di sungai maupun di kebun.

Kebiasaan melakukan aktivitas MCK di Sungai dan kebun adalah seakan sudah menjadi budaya di Desa Ramea. Tetapi mereka tidak kuasa melakukan perubahan, minimal membangun MCK pribadi, karena kondisi perekonomian yang tidak mendukung.

Masyarakat yang merasa tidak mampu membangun MCK pribadi ini, kemudian merasa belum membutuhkan MCK pribadi. Selama masih ada Sungai dan kebun-kebun yang terhampar luas, maka masyarakat akan masih merasa nyaman dan tenang hidup tanpa MCK pribadi. Padahal hal tersebut tentu sangat merugikan untuk jangka waktu yang panjang.

Anak-anak Desa Ramea tidak pernah belajar secara informal, atau belajar dari keluarga dan masyarakat bahwa kegiatan MCK di sungai akan mengganggu kesehatan dan dapat merusak alam. Apabila hal ini diteruskan, maka generasi Indonesia tidak akan tumbuh dengan sehat, kuat dan cerdas.

Masyarakat tentu perlu diperkenalkan pada penggunaan MCK pribadi atau MCK umum, atau setidaknya diberi pemahaman mengenai bahaya dan resiko melakukan aktivitas MCK tidak pada tempatnya. Namun sosialisasi tersebut akan sia-sia apabila dilakukan tidak secara berkesinambungan.

Kami merasa bahwa untuk mensukseskan proyek community development ini, butuh sosialisasi dalam bentuk nyata, maka dari itu kami memutuskan untuk membangun MCK umum. Hal ini dilakukan karena masyarakat perlu diperkenalkan dan dibiasakan menggunakan fasilitas MCK tidak hanya instruksi untuk tidak lagi melakukan kegiatan MCK di sungai atau kebun.

Penyuluhan juga butuh dilakukan terutama kepada anak-anak Desa Ramea, pengetahuan bahaya kesehatan yang bisa ditimbulkan dengan melakukan kegiatan MCK di Sungai perlu disosialisasikan sehingga anak-anak aware mengenai hal tersebut.

Kami berharap dengan proyek pengembangan masyarakat ini, tingkat kesehatan masyarakat Desa Ramea bisa meningkat. Karena akses terhadap kesehatan, sanitasi dan air bersih merupakan hak setiap warga, tidak terbatas seberapa jauh mereka hidup dari keramaian perkotaan, tidak terbatas siapa mereka dan apa pekerjaan mereka. Apabila mereka tidak mampu memenuhi kebutuhan dasar untuk mencapai kehidupan yang lebih layak, maka kita lah yang seharusnya mengulurkan tangan, demi Indonesia kita yang lebih sejahtera.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *